Telusuri
24 C
id
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Redaksi
  • Syarat dan Ketentuan
  • Pedoman Media Siber
PojokJurnal.Com
  • Beranda
  • Nasional
  • Daerah
  • Kabar Polisi
  • Kabar TNI
  • Hukrim
  • Peristiwa
  • Pedidikan
  • Opini
  • Sosok
  • Teknologi
  • Industri
  • Info dan Tips
  • Wisata
  • Kuliner
  • Olahraga
  • Politik
  • Ekonomi
Telusuri
Beranda Bencana Alam dan Akuntabilitas Negara: Refleksi atas Peran Peradilan Administrasi* Bencana Alam dan Akuntabilitas Negara: Refleksi atas Peran Peradilan Administrasi*

Bencana Alam dan Akuntabilitas Negara: Refleksi atas Peran Peradilan Administrasi*

Bahrudin Thea
Bahrudin Thea
22 Des, 2025 0 0
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

 


Jakarta - Pojok Jurnal com [Senin,22 Desember 2025. Bencana alam tidak hanya menguji seberapa cepat negara hadir, tetapi juga bagaimana kewenangan digunakan dan dipertanggungjawabkan. Dalam situasi darurat, ketegangan antara kecepatan bertindak dan akuntabilitas negara menjadi tak terelakkan. Di sinilah peran peradilan administrasi menemukan relevansinya.


Setiap kali bencana alam terjadi, satu pertanyaan hampir selalu muncul lebih dulu di ruang publik: seberapa cepat negara hadir?


Pertanyaan ini berulang dari satu bencana ke bencana lain, seolah menjadi ukuran paling kasat mata untuk menilai peran negara di tengah krisis. 


Semakin cepat respons diberikan, semakin besar pula harapan bahwa penderitaan dapat segera diputus.


Indonesia, dengan kondisi geografis dan ekologisnya, bukanlah negara yang berhadapan dengan bencana secara insidental. 


Gempa bumi, banjir, longsor, letusan gunung api, hingga cuaca ekstrem merupakan bagian dari kenyataan yang terus menyertai kehidupan masyarakat. 


Hampir setiap tahun, bencana menghadirkan risiko yang sama: kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian, bahkan nyawa manusia.


Dalam banyak peristiwa bencana, negara dituntut bekerja dalam situasi yang tidak ideal. 


Keputusan harus diambil di tengah ketidakpastian, keterbatasan data, dan tuntutan publik yang datang secara bersamaan. 


Upaya untuk merespons kondisi semacam itu jelas tidak sederhana dan kerap melibatkan pilihan-pilihan sulit.


Namun bencana tidak hanya menguji kemampuan negara untuk bergerak cepat. 


Ia juga memperlihatkan sisi lain yang jarang disorot: bagaimana kewenangan publik digunakan ketika negara harus bertindak di bawah tekanan. 


Pada titik inilah, bencana menguji bukan hanya kesiapan teknis, tetapi juga cara kekuasaan dijalankan dan dipertanggungjawabkan.


Pertanyaan yang kemudian mengemuka bukan sekadar apakah negara hadir, melainkan bagaimana kehadiran itu dijalankan dan sejauh mana ia dapat dipertanggungjawabkan?


Ketegangan antara kebutuhan untuk bertindak cepat dan tuntutan akuntabilitas hukum menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. 


Dalam situasi darurat, negara dituntut bergerak segera. Namun sebagai negara hukum, setiap penggunaan kewenangan tetap harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan dinilai secara rasional.


Di sinilah penanggulangan bencana tidak lagi dapat dipahami semata sebagai urusan kemanusiaan atau teknis administratif. 


Ia juga menjadi ruang refleksi tentang relasi antara kekuasaan, hukum, dan perlindungan warga negara, sebuah ruang yang menempatkan akuntabilitas bukan sebagai penghambat tindakan, melainkan sebagai bagian dari upaya memastikan, tindakan negara tetap berjalan pada arah yang benar, bahkan di tengah keadaan yang paling genting.


Kehadiran Negara dalam Situasi Bencana

Dalam konsep negara kesejahteraan, negara tidak hadir hanya sebagai penjaga ketertiban yang memastikan aturan telah dipatuhi. 


Negara juga memikul tanggung jawab aktif untuk melindungi warganya dari risiko yang mengancam keselamatan dan keberlangsungan hidup. 


Ketika bencana terjadi, tanggung jawab itu tidak lagi bersifat abstrak; ia menuntut kehadiran yang nyata.


Kehadiran negara dalam situasi bencana tidak cukup dinilai dari banyaknya aturan atau kebijakan yang tersedia. 


Hal yang lebih menentukan adalah bagaimana kewenangan digunakan pada saat warga berada dalam posisi paling rentan. 


Pada momen seperti inilah, kewenangan publik memperlihatkan wajahnya yang paling nyata, apakah ia bekerja untuk melindungi, atau justru tertahan oleh keraguan.


Prinsip Salus Populi Suprema Lex Esto yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi memberikan kunci untuk membaca peran negara dalam situasi darurat bencana. 


Prinsip ini bukan sekadar semboyan, melainkan penanda arah: bahwa keselamatan warga harus menjadi tujuan utama dari setiap penggunaan kekuasaan negara, sekaligus ukuran untuk menilai apakah kewenangan dijalankan secara tepat.


Dengan kerangka tersebut, tanggung jawab negara dalam bencana tidak hanya diukur dari tindakan yang dilakukan, tetapi juga dari keputusan untuk tidak bertindak ketika kewenangan dan kapasitas sebenarnya tersedia. 


Dalam konteks ini, kelambanan dan pembiaran bukanlah kondisi netral, keduanya dapat menimbulkan konsekuensi yang sama seriusnya dengan tindakan yang keliru.


Di titik inilah bencana menguji negara secara paling mendasar. Bukan hanya tentang seberapa cepat negara bergerak, tetapi tentang bagaimana kekuasaan dijalankan dan sejauh mana keselamatan warga benar-benar ditempatkan sebagai kepentingan utama.


Bencana Alam dan Tata Kelola Multi-Aktor

Meski negara memegang peran sentral, penanggulangan bencana pada dasarnya bukanlah urusan satu aktor semata. 


Dalam kerangka tata kelola bencana modern, sebagaimana tercermin dalam Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030, menempatkan pengurangan risiko bencana sebagai tanggung jawab bersama.


Pemerintah, swasta, komunitas lokal, akademisi, serta masyarakat sipil memiliki peran masing-masing dalam membangun ketangguhan menghadapi bencana. 


Karena itu, pembahasan mengenai akuntabilitas negara pada tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyederhanakan persoalan dengan menunjuk satu pihak sebagai sumber masalah. 


Sebaliknya, ia bertujuan memastikan, setiap aktor terutama negara sebagai pemegang kewenangan publik menjalankan perannya secara tepat dalam jejaring tanggung jawab yang saling terkait.


Bencana Bukan Zona Bebas Hukum

Dalam situasi bencana, perhatian publik hampir seluruhnya tersedot pada aspek kemanusiaan. Penyelamatan korban, penyaluran bantuan, dan pemulihan kehidupan menjadi prioritas yang tidak terbantahkan. 


Dalam konteks tersebut, hukum kerap dipersepsikan sebagai sesuatu yang datang belakangan bahkan kadang dianggap mengganggu kebutuhan untuk bertindak cepat.


Namun bencana tidak pernah sepenuhnya berada di luar hukum. Di balik setiap langkah penanggulangan bencana, terdapat kewenangan publik yang dijalankan oleh negara. 


Sejak tahap pencegahan dan mitigasi, penetapan status darurat, hingga keputusan evakuasi, relokasi, dan rehabilitasi, negara tidak sekadar bertindak, tetapi menggunakan kekuasaan yang berdampak langsung pada kehidupan warga.


Persoalan muncul ketika penggunaan kewenangan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Keterlambatan menetapkan status darurat, misalnya, bukan sekadar soal administratif. 


Ia dapat menentukan apakah sumber daya dapat segera digerakkan, apakah bantuan dapat tersalurkan tepat waktu, dan pada akhirnya, apakah keselamatan warga dapat dilindungi secara optimal. 


Pada titik inilah, batas antara bencana sebagai peristiwa alam dan bencana sebagai persoalan hukum mulai tampak.


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana sendiri tidak menempatkan sengketa sebagai pintu masuk pertama. 


Jalur musyawarah mufakat disediakan terlebih dahulu sebagai ruang penyelesaian awal, sebelum mekanisme non-pengadilan atau pengadilan ditempuh. 


Meski demikian, tidak semua persoalan dapat diselesaikan melalui dialog. 


Ada situasi di mana dampak kebijakan atau tindakan pemerintah terus dirasakan, sementara ruang musyawarah tidak lagi menghasilkan titik temu. 


Dalam kondisi seperti ini, pertanyaan mengenai akuntabilitas penggunaan kewenangan tidak dapat dihindari. 


Bukan untuk memperlambat tindakan negara, melainkan untuk memastikan bahwa kekuasaan yang dijalankan dalam keadaan darurat tetap memiliki batas yang dapat dipertanggungjawabkan.


Kapan Peradilan Administrasi menjadi Relevan dalam Sengketa Kebencanaan?

Tidak setiap persoalan yang muncul dalam situasi bencana secara otomatis berada dalam ranah peradilan administrasi. 


Bencana dapat melahirkan beragam konsekuensi hukum perdata, pidana, maupun administrasi tergantung pada relasi hukum yang terlibat. 


Karena itu, relevansi peradilan administrasi perlu ditempatkan secara cermat, tidak disederhanakan, dan tidak digeneralisasi.


Peradilan administrasi memperoleh relevansinya ketika persoalan yang dipersoalkan berkaitan dengan penggunaan kewenangan publik oleh pemerintah. 


Dalam konteks ini, yang menjadi perhatian bukan sekadar akibat yang ditimbulkan, melainkan cara kewenangan dijalankan: apakah ia sesuai dengan hukum, dijalankan untuk tujuan yang sebagaimana dimaksudkan oleh hukum, dan dilakukan secara proporsional.


Ketika pemerintah bertindak sebagai penguasa, relasi hukum yang terbentuk berbeda dari hubungan antar-individu. 


Warga tidak berhadapan dengan subjek hukum yang setara, melainkan dengan kekuasaan yang memiliki legitimasi dan daya paksa. 


Karena itulah, penggunaan kewenangan publik selalu membawa konsekuensi akuntabilitas. Ia tidak berdiri sendiri, melainkan selalu terbuka untuk dinilai dalam kerangka hukum.


Dalam situasi bencana, relevansi ini justru semakin mengemuka. Keputusan dan tindakan pemerintah sering diambil dalam kondisi yang serba terbatas, dengan tekanan waktu yang tinggi dan ruang diskresi yang luas. 


Namun luasnya diskresi tidak menghilangkan kebutuhan akan batas. Sebaliknya, di tengah keadaan darurat, pertanyaan mengenai dasar kewenangan, rasionalitas tindakan, dan perlindungan hak warga menjadi semakin penting.


Menempatkan peradilan administrasi dalam kerangka ini bukan berarti mencurigai setiap tindakan negara. 


Ia lebih tepat dipahami sebagai bagian dari desain negara hukum: sebuah mekanisme penyeimbang yang memastikan bahwa kewenangan bahkan ketika dijalankan dalam keadaan luar biasa tetap berada dalam rel yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.


Keputusan dan Tindakan Faktual Pemerintah sebagai Objek Pengujian

Dalam bayangan banyak orang, peradilan administrasi identik dengan pengujian keputusan tertulis yang bersifat formal. 


Pandangan ini tidak sepenuhnya keliru, tetapi tidak lagi mencerminkan perkembangan hukum administrasi, terutama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.


Penggunaan kewenangan negara tidak selalu hadir dalam bentuk keputusan yang terdokumentasi rapi. 


Ia sering kali tampil sebagai tindakan nyata di lapangan atau justru sebagai sikap tidak bertindak yang dampaknya langsung dirasakan oleh warga. 


Dalam konteks kebencanaan, pola ini terlihat dengan jelas. Misalnya, Ketiadaan sistem peringatan dini, keterlambatan evakuasi, pembiaran kawasan rawan, lambannya pemulihan pascabencana, atau penundaan penetapan status darurat bukan sekadar persoalan teknis. 


Semua itu merupakan ekspresi dari penggunaan atau tidak digunakannya kewenangan publik, yang konsekuensinya dapat menentukan tingkat keselamatan warga.


Meskipun tidak selalu dituangkan dalam satu keputusan tertulis, tindakan-tindakan tersebut tetap mencerminkan pilihan negara dalam menjalankan kekuasaannya. Pilihan itu memiliki dimensi hukum, karena diambil dalam kerangka kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dan dijalankan atas nama kepentingan umum.


Pendekatan ini menegaskan bahwa akuntabilitas negara dalam penanggulangan bencana tidak cukup diukur dari kepatuhan administratif semata. 


Ia juga harus dilihat dari keseluruhan rangkaian tindakan dan keputusan yang membentuk cara negara hadir di tengah krisis. 


Pasal 49 Undang-Undang PTUN dalam Konteks Keadaan Darurat

Dalam diskursus mengenai kewenangan peradilan administrasi, Pasal 49 Undang-Undang PTUN kerap muncul sebagai rujukan yang sensitif. 


Ketentuan ini tidak jarang dipahami seolah-olah menutup sepenuhnya ruang pengujian hukum terhadap tindakan pemerintah yang diambil dalam keadaan darurat, termasuk bencana alam. 


Dari sini lahir anggapan bahwa situasi darurat berada di luar jangkauan penilaian hukum.


Pemahaman semacam itu perlu dibaca dengan lebih hati-hati. Pengecualian yang diatur dalam Pasal 49 pada dasarnya dimaksudkan untuk memberi ruang bagi negara agar dapat bertindak cepat ketika keadaan luar biasa menuntut keputusan segera. 


Dalam situasi darurat, negara memang kerap harus bergerak di tengah keterbatasan informasi dan tekanan waktu yang tinggi.


Namun, keadaan darurat tidak identik dengan kekebalan. Pengecualian yang bersifat situasional dan sementara tidak dapat dimaknai sebagai penghapusan akuntabilitas atas seluruh penggunaan kewenangan selama masa darurat berlangsung. 


Justru di sinilah perbedaan penting antara kebutuhan untuk bertindak cepat dan kewajiban untuk bertindak secara bertanggung jawab.


Cara pandang yang menempatkan keadaan darurat sebagai ruang bebas dari pengujian hukum berisiko menempatkan hukum pada posisi yang keliru: seolah-olah hukum harus mundur sepenuhnya ketika negara bergerak cepat. 


Padahal, yang dibutuhkan justru keseimbangan agar kecepatan tidak menghapus akuntabilitas, dan keadaan darurat tidak mengaburkan tanggung jawab.


Peradilan Administrasi: dari Fungsi Pengawasan ke Fungsi Perlindungan 

Dalam kerangka tersebut, peradilan administrasi tidak semata berfungsi sebagai mekanisme pengawasan formal atas tindakan pemerintahan. 


Lebih dari itu, ia menjadi sarana untuk memastikan bahwa penggunaan kewenangan publik tetap berorientasi pada perlindungan warga, terutama ketika warga berada dalam posisi paling rentan.


Hal yang diuji bukan sekadar kepatuhan prosedural, melainkan apakah kewenangan digunakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, apakah tindakan diambil berdasarkan pertimbangan yang rasional, dan apakah tindakan yang dilakukan menjaga keseimbangan antara kepentingan umum dan hak-hak dasar. 


Dengan cara pandang ini, peradilan administrasi tidak masuk ke wilayah teknis penanggulangan bencana, tetapi menjaga agar kekuasaan tidak kehilangan arah.


Pada saat yang sama, peradilan administrasi juga tidak dimaksudkan untuk mengambil alih peran pembuat kebijakan. 


Ruang diskresi tetap diperlukan, khususnya dalam situasi krisis yang menuntut keputusan cepat. Namun diskresi memiliki batas. 


Ia adalah ruang memilih cara terbaik dalam kerangka hukum, bukan ruang bebas dari koreksi.


Di titik inilah peradilan administrasi menemukan perannya yang paling substansial: bukan sebagai penghambat tindakan negara, melainkan sebagai penjaga agar kewenangan publik bahkan dalam keadaan paling genting tetap dijalankan dengan kesadaran akan batas dan tanggung jawabnya.


Penutup

Bencana alam memang tidak dapat dicegah. 


Namun cara negara menggunakan kewenangannya dalam menghadapi bencana selalu dapat dinilai dalam kerangka hukum. 


Dalam kerangka negara hukum, tidak digunakannya kewenangan yang tersedia ketika perlindungan seharusnya diberikan sama problematikanya dengan penyalahgunaan kewenangan itu sendiri.


Menempatkan penanggulangan bencana dalam perspektif hukum administrasi bukanlah upaya untuk menyalahkan negara di tengah situasi sulit. 


Ia adalah ikhtiar untuk memastikan bahwa kekuasaan publik, bahkan ketika dijalankan dalam keadaan paling genting, tetap memiliki arah dan batas yang jelas.


Dalam kerangka pengurangan risiko bencana, peradilan administrasi bersama dengan eksekutif, swasta, dan masyarakat sipil menjadi bagian dari upaya kolektif untuk memastikan bahwa keselamatan warga benar-benar ditempatkan sebagai kepentingan utama. 


Pada titik inilah, refleksi atas peran peradilan administrasi mengarah pada satu tujuan yang sederhana namun mendasar: agar hukum tidak kehilangan maknanya, dan perlindungan warga tidak ikut menjadi korban di tengah bencana.



Referensi:

A. Buku


Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Paulus Effendi Lotulung, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Jakarta: PT Buana Ilmu Populer, 1986.

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987.

Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung: Alumni, 1985.

Tatiek Sri Djatmiati, Faute Personelle De Service Dalam Tanggung Gugat Negara, dalam Buku Bunga Rampai Hukum Administrasi, Surabaya, 2020.

Yulius & Agus Budi Susilo, Diskresi Pemerintahan Dalam Dimensi Hukum (Suatu Kajian Normatif, Praktis, Teoritis, dan Filosofis), Lampung: utra Publishing, 2019.

Ward, P. S., & Shively, G. E., Disaster Risk Management and Climate Change Adaptation, Routledge, 2017.

B. Jurnal 


Arif Maulana dkk., “Paradigma Penanggulangan Bencana: Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dan Mitigasi Berbasis Kearifan Lokal”, Collegium Journal, Vol. 7 No. 2, 2024.

Burhanudin M. Faturahman, “Konseptualisasi Penanggulangan Bencana Melalui Perspektif Kebijakan Publik”, PUBLISIA: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, Vol. 3 No. 2, 2018.

Carol Rhian Harlow, “Administrative Liability: A Comparative Study”, Law Quarterly Review, Vol. 108, 1992.

Elviandri, Khuzdaifah Dimyati, Absori, Quo Vadis Negara Kesejahteraan: Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 31, No. 2, 2019.

Integrated Research on Disaster Risk (IRDR), Disaster Risk Reduction Products and Processes: Knowledge Sharing for Place-and Context-Specific Actions, Policy Brief, 2025.

Muhammad Adiguna Bimasakti, “Onrechtmatig Overheidsdaad oleh Pemerintah dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan”, Jurnal Hukum Peratun, Vol. 1 No. 2, 2018.

Pan Mohammad Faiz, “Memaknai Salus Populi Suprema Lex”, Majalah Konstitusi, Ruang Konstitusi, Edisi Mei 2020.

Tri Cahya Indra Permana, “Peradilan Tata Usaha Negara Pasca Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Ditinjau dari Segi Access to Justice”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 4 No. 3, 2015.

UNDRR, “Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015–2030”.

Red

Sumber Humas MA Jakarta 

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar

Advertiser

Advertiser
Selamat Hari Raya Idul Adha 1446 H/2025

Advertiser

Advertiser
Marhaban Yaa Ramadhan "DPRD Provinsi Banten Mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa"

Advertiser

Advertiser
DPRD Oku Selatan Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Kabupaten Oku Selatan Ke - 21

Advertiser

Advertiser

Advertiser

Advertiser

Advertiser

Advertiser

Advertiser

Advertiser

Advertiser

Advertiser
Keluarga Besar DPRD OKU Selatan Mengucapkan Selamat & Sukses Atas Pelantikan Anggota DPRD OKU Selatan Periode 2024 - 2029

Stay Conneted

twitter Follow
instagram Follow
pinterest Follow

Featured Post

MA Perpanjang Lelang Jabatan Kabawas hingga Biro Hukum dan Humas*

Bahrudin Thea- Senin, Desember 22, 2025 0
MA Perpanjang Lelang Jabatan Kabawas hingga Biro Hukum dan Humas*
Jakarta - Pojok Jurnal com  [Senin, 22 Des 2025   Sekretaris Mahkamah Agung memperpanjang waktu pendaftaran dan perubahan jadwal terkait pelaksanaan seleksi te…

Berita Terpopuler

Dukung Program Nasional MBG, Danramil 0116/Cikeusik Kapten Inf Purgiarto Kunjungi Dua Lokasi Dapur

Dukung Program Nasional MBG, Danramil 0116/Cikeusik Kapten Inf Purgiarto Kunjungi Dua Lokasi Dapur

Sabtu, Desember 20, 2025
Menteri PKP Pastikan Pembangunan Hunian Tetap Pascabencana Aceh, Sumut, dan Sumbar Dimulai Bulan Ini*

Menteri PKP Pastikan Pembangunan Hunian Tetap Pascabencana Aceh, Sumut, dan Sumbar Dimulai Bulan Ini*

Sabtu, Desember 20, 2025
RONA BILLYAN HALI, S.H, warga Bulagor Pagelaran menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (S.H) Termuda di Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA)

RONA BILLYAN HALI, S.H, warga Bulagor Pagelaran menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (S.H) Termuda di Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA)

Kamis, Desember 18, 2025
5 Orang dari Banten Terjaring OTT KPK pada Rabu Malam

5 Orang dari Banten Terjaring OTT KPK pada Rabu Malam

Kamis, Desember 18, 2025
APTIKNAS dan BSSN Perkuat Ketahanan Siber Nasional Melalui Workshop "Threat-To-Action"

APTIKNAS dan BSSN Perkuat Ketahanan Siber Nasional Melalui Workshop "Threat-To-Action"

Kamis, Desember 18, 2025
MA Ajak Publik Menjaga Marwah Peradilan Lewat Diskusi Court Security di UNILA*

MA Ajak Publik Menjaga Marwah Peradilan Lewat Diskusi Court Security di UNILA*

Kamis, Desember 18, 2025
Perkuat Sinergi dengan PT POS, Badilag Instruksikan Monev terhadap Implementasi Pengiriman Surat Tercatat*

Perkuat Sinergi dengan PT POS, Badilag Instruksikan Monev terhadap Implementasi Pengiriman Surat Tercatat*

Kamis, Desember 18, 2025
Diskusi Publik ‘Contempt Of Court', Kepala BUA: Keadilan Dapat Ditegakkan Bila Pengadilan Aman*

Diskusi Publik ‘Contempt Of Court', Kepala BUA: Keadilan Dapat Ditegakkan Bila Pengadilan Aman*

Kamis, Desember 18, 2025
Musda IV Partai Golkar Lampung Timur, Hanan A Rozak Titipkan 5 Amanat*

Musda IV Partai Golkar Lampung Timur, Hanan A Rozak Titipkan 5 Amanat*

Selasa, Desember 16, 2025
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra*

Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra*

Sabtu, Desember 20, 2025

Berita Terpopuler

Dukung Program Nasional MBG, Danramil 0116/Cikeusik Kapten Inf Purgiarto Kunjungi Dua Lokasi Dapur

Dukung Program Nasional MBG, Danramil 0116/Cikeusik Kapten Inf Purgiarto Kunjungi Dua Lokasi Dapur

Sabtu, Desember 20, 2025
Menteri PKP Pastikan Pembangunan Hunian Tetap Pascabencana Aceh, Sumut, dan Sumbar Dimulai Bulan Ini*

Menteri PKP Pastikan Pembangunan Hunian Tetap Pascabencana Aceh, Sumut, dan Sumbar Dimulai Bulan Ini*

Sabtu, Desember 20, 2025
RONA BILLYAN HALI, S.H, warga Bulagor Pagelaran menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (S.H) Termuda di Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA)

RONA BILLYAN HALI, S.H, warga Bulagor Pagelaran menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (S.H) Termuda di Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA)

Kamis, Desember 18, 2025
5 Orang dari Banten Terjaring OTT KPK pada Rabu Malam

5 Orang dari Banten Terjaring OTT KPK pada Rabu Malam

Kamis, Desember 18, 2025
APTIKNAS dan BSSN Perkuat Ketahanan Siber Nasional Melalui Workshop "Threat-To-Action"

APTIKNAS dan BSSN Perkuat Ketahanan Siber Nasional Melalui Workshop "Threat-To-Action"

Kamis, Desember 18, 2025
MA Ajak Publik Menjaga Marwah Peradilan Lewat Diskusi Court Security di UNILA*

MA Ajak Publik Menjaga Marwah Peradilan Lewat Diskusi Court Security di UNILA*

Kamis, Desember 18, 2025
Perkuat Sinergi dengan PT POS, Badilag Instruksikan Monev terhadap Implementasi Pengiriman Surat Tercatat*

Perkuat Sinergi dengan PT POS, Badilag Instruksikan Monev terhadap Implementasi Pengiriman Surat Tercatat*

Kamis, Desember 18, 2025
Diskusi Publik ‘Contempt Of Court', Kepala BUA: Keadilan Dapat Ditegakkan Bila Pengadilan Aman*

Diskusi Publik ‘Contempt Of Court', Kepala BUA: Keadilan Dapat Ditegakkan Bila Pengadilan Aman*

Kamis, Desember 18, 2025
Musda IV Partai Golkar Lampung Timur, Hanan A Rozak Titipkan 5 Amanat*

Musda IV Partai Golkar Lampung Timur, Hanan A Rozak Titipkan 5 Amanat*

Selasa, Desember 16, 2025
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra*

Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra*

Sabtu, Desember 20, 2025
PojokJurnal.Com

About Us

PojokJurnal.Com merupakan portal berita terkini di Indonesia, menyajikan beragam informasi dari berbagai sektor kehidupan yang disajikan secara sederhana dan mudah dipahami untuk membukan wawasan secara luas.

Contact us: pojokjurnal59@gmail.com

Follow Us

Copyright © 2023 | PojokJurnal.Com
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Syarat dan Ketentuan