Ketua MA: Hakim Tidak Dapat Disanksi Karena Putusannya*
Jakarta - Pojok Jurnal com [ Selasa,30 Desember 2025. Ketua Mahkamah Agung menyatakan lembaganya akan mempelajari dan mempertimbangkan lebih lanjut rekomendasi dari Komisi Yudisial.
Ketua Mahkamah Agung, Prof Sunarto menegaskan hakim tidak dapat dijatuhi sanksi karena pertimbangan yuridis dan substansi putusannya. Hal tersebut ia sampaikan saat menjawab pertanyaan dari Jurnalis Tempo mengenai tindak lanjut Mahkamah Agung terhadap usulan sanksi dari Komisi Yudisial kepada Majelis Hakim perkara Tom Lembong.
Rangkaian acara Apresiasi dan Refleksi Mahkamah Agung Tahun 2025 dengan tema “Pengadilan Bermartabat, Negara Berdaulat” yang digelar pada Selasa (30/12) di Balairung, Mahkamah Agung, diakhiri dengan sesi tanya jawab antara jurnalis dan pimpinan Mahkamah Agung.
Pada momen itulah salah satu peserta menanyakan apakah Mahkamah Agung akan menindaklanjuti rekomendasi Komisi Yudisial untuk menjatuhkan sanksi non-palu selama 6 bulan kepada Majelis Hakim perkara Tom Lembong.
Ketua Mahkamah Agung menyatakan lembaganya akan mempelajari dan mempertimbangkan lebih lanjut rekomendasi dari Komisi Yudisial. Namun ia mengingatkan bahwa ada Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Yang paling penting dari Peraturan Bersama itu adalah Pasal 15 dan Pasal 16, karena Pasal itu mengadopsi konvensi-konvensi internasional” ujarnya.
Ia menjelaskan lebih lanjut pada Pasal 15 Peraturan Bersama tersebut menegaskan bahwa Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial tidak dapat menyatakan benar atau salahnya pertimbangan yuridis dan substansi putusan hakim.
“Hakim itu tidak boleh disanksi karena pertimbangannya, itu dilindungi oleh konvensi internasional, oleh (The) Bangalore Principles (of Judicial Conduct), oleh (The) Beijing Statement (of Principles of the Independence of the Judiciary), dan konvensi-konvensi PBB terkait independensi kekuasaan kehakiman” tegasnya.
Ia melanjutkan, apabila ada pihak-pihak yang tidak puas atas putusan Hakim, maka dapat menempuh upaya hukum melalui banding dan kasasi bahkan hingga upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Menurutnya, masyarakat harus membedakan antara proses hukum dan aspek kemanusiaan. Ia menjelaskan bahwa Pengadilan bertugas menegakkan proses hukum dan menegakkan keadilan. Adapun Presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan abolisi, rehabilitasi, amnesti maupun grasi yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan.
“Mari kita belajar menghormati proses hukum, kita anggap putusan hakim itu benar sampai kemudian dibatalkan oleh putusan hakim yang lebih tinggi” himbaunya.
Red: Bahrudin
Sumber ,Humas MA, Jakarta

Posting Komentar